Dikutip dari buku Sejarah Indonesia: Masuknya Islam Hingga Kolonialisme yang ditulis oleh Ahmad Fakhri Hutauruk (2020: 1), sejarah masuknya Islam ke Indonesia sedikit berbeda dengan masuknya Islam di negara lain.
Sejarah masuknya Islam ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dan mubaligh secara damai, sedangkan masuknya Islam ke negara lain pada umumnya melalui penaklukan. Seperti pada negara Irak, Iran, Mesir, Afrika Utara sampai Andalusia.
Mengutip jurnal Islamisasi Nusantara: Analisis Terhadap Diskursus Para Sejarawan oleh Husaini Husda (2016), menurut Hasan Mu’arif Ambary, proses Islamisasi di Indonesia dikategorikan dalam tiga fase.
Yaitu fase kehadiran para pedagang Muslim (terjadi pada abad ke-7 sampai ke-11 Masehi), fase terbentuknya kerajaan Islam (berlangsung antara abad 13 M-16 M), dan fase pelembagaan Islam.
Sampai saat ini belum ada kejelasan yang pasti mengenai sejarah kapan dan dari mana Islam masuk ke Nusantara. Namun, terdapat beberapa teori yang menjelaskan perihal waktu kedatangan, negeri asal yang membawa, dan pihak yang membawa agama Islam ke Indonesia.
Berikut adalah penjabarannya:
1. Teori Gujarat (Dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnappel)
Teori ini beranggapan bahwa sejarah masuknya Islam ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati Selat Malaka. Adanya kontak para pedagang dan kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 mempelopori sejarah masuknya Islam ke Nusantara.
Mengutip buku Sejarah Kebudayaan Islam Jilid 1 yang dirilis Kemdikbud (2015: 42), peneliti asal Belanda Pijnappel berargumen orang-orang Arab bermazhab Syafi’i bermigrasi dan menetap di wilayah Gujarat dan Malabar untuk menyebarkan agama Islam.
Kemudian orang India yang telah memeluk Islam inilah yang membawa ajaran Islam ke Nusantara. Teori ini juga didukung oleh Snouck Hurgronje.
Pada abad tersebut Islam telah banyak tersebar di kota pelabuhan India. Orang India pula yang menjadi perantara perdagangan antara Nusantara dengan Timur Tengah.
Teori ini diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai, Malik As-Saleh pada tahun 1297. Seorang peneliti bernama Moquette mengulik fakta menarik bahwa bentuk batu nisan di Pasai khususnya yang bertanggal 17 Dzu Al-Hijjah 831 H mirip dengan nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Dua nisan tersebut sama-sama bercorak Gujarat.
2. Teori Mekkah (Didukung oleh para tokoh, seperti Van Leur, Anthony H. Johns, T. W. Arnold, dan Buya Hamka)
Teori ini beranggapan bahwa sejarah masuknya Islam ke Indonesia dibawa langsung oleh para musafir dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Hal ini terjadi pada abad ke-7.
Mengutip buku Sejarah Indonesia Paket C SMA/MA: Islam Nusantara oleh Im Sodiawati dan Ahmad Abdul Ghofur (2017), menurut T.W Arnold pada sekitar abad ke 7-8 Masehi para pedagang Arab telah mendominasi perdagangan Barat-Timur.
Sehingga sangat mungkin apabila saat itu mereka telah berada di Nusantara untuk menyebarkan agama Islam. Teori Mekkah diperkuat dengan adanya perkampungan Arab di Barus, Sumatera Utara yang dikenal dengan nama Bandar Khalifah.
Sejawaran terkenal Tanah Air, Buya Hamka turut mendukung teori ini. Menurut beliau gelar raja Samudera Pasai sama dengan gelar raja di Arab, yaitu Al-Malik, sedangkan di India para penguasa bergelar Khan.
Argumen penguat lainnya disampaikan Crawfurd. Menurutnya Islam di Indonesia memiliki persamaan mazab dengan yang ada di Mekah, yaitu Syafi’i.
Dalam buku Ilmu politik Islam: Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang karya H Zainal Abidin Ahmad (1979), pada tahun 651 M kekhalifahan Utsman bin Affan memerintahkan pengiriman utusannya Muawiyah bin Abu Sufyan ke Jawa, tepatnya Kalingga. Hasil kunjungan tersebut adalah Raja Jay Sima, putra Ratu Sima masuk Islam.
3. Teori Persia (Dikemukakan oleh Umar Amir Husen dan Hoesein Djajadiningrat)
Teori ini beranggapan bahwa sejarah masuknya Islam ke Indonesia adalah melalui para pedagang yang berasal dari Persia. Bukti yang memperkuatnya adalah ditemukannya pengaruh Persia dalam kehidupan masyarakat sejak abad ke-11. Salah satunya adalah bahasa.
Mengutip jurnal Kedatangan dan Perkembangan Islam di Indonesia karya Fauziah Nasution (2020), kata-kata Bahasa Arab yang berakhiran huruf “ta” misalnya pada kata marbuthah ketika berhenti dibaca “h”. Ini menjadi indikasi bahwa bahasa Arab yang digunakan tidak langsung dari Arab, tapi dari Persia.
Selain itu ajaran yang marak pada awal sejarah masuknya Islam ke Nusantara di abad ke-13 adalah ajaran Syiah yang berasal dari Persia. Teori ini diperkuat dengan adanya beberapa kesamaan tradisi Indonesia dengan Persia, antara lain:
- Adanya peringatan 10 Muharram atau hari Asyura. Dikenal sebagai hari peringatan orang Syi’ah atas terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Muthalib.
- Adanya kesamaan ajaran antara Syekh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran al-Hallaj.
- Penggunaan istilah bahasa Iran dalam pengajian Alquran tingkat awal dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda huruf harakah.
Seorang tokoh bernama Mueas menyebut bahwa kata “Pasai” itu sebenarnya berasal dari kata “Persia”. Teori Persia juga diperkuat dengan catatan sejarah dari Ibnu Battutah. Bahwa ketika ia mengunjungi Aceh, terdapat dua ulama yang berasal dari Persia yaitu Tadjuddin al-Syirani dan Sayyid Syarif Al-Ashbahani.
4. Teori China (Dikemukakan oleh Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby)
Teori ini beranggapan bahwa sejarah masuknya Islam ke Nusantara adalah melalui perantara masyarakat Muslim China. Teori China diperkuat dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak) adalah keturunan China, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah China, dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang China lah yang pertama kali menduduki pelabuhan-pelabuhan di Nusantara.
Sementara itu menurut Sumanto Al Qurtuby, pada abad ke-9 banyak muslim China di Kanton yang mengungsi ke Jawa. Saat itu terjadi penumpasan penduduk Muslim China oleh Huan Chou. Selain itu terdapat kesamaan mazhab yang ada di Nusantara dengan yang dianut oleh Muslim China, yaitu mazhab Syafi’i.
5. Teori Turki
Dibanding empat teori yang telah disebutkan, anggapan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari Turki tidak cukup terkenal. Menurut Martin van Bruinessan, selain dari orang Arab dan China, masyarakat Nusantara juga menerima ajaran Islam dari orang-orang Kurdi dari Turki.
Bukti yang melandasi teori ini adalah:
- Banyak ulama Kurdi yang berperan aktif dalam dakwah Islam di Indonesia.
- Kitab karya ulama Kurdi menjadikan rujukan yang berpengaruh luas.
- Pengaruh Ulama Ibrahim al-Kuarani, seorang Ulama Turki di Indonesia melalui tarekat Syatariyah.
- Tradisi Barzanji populer di Indonesia.
Saluran Islamisasi di Indonesia
Para pedagang dan imam-imam Sufi memiliki andil besar dalam membumikan ajaran Islam di Nusantara. Berikut ini adalah penjelasan proses Islamisasi di Indonesia secara umum:
- Perdagangan
Pada abad 7-16 M, kepulauan Nusantara sudah menjadi kawasan perdagangan Internasional yang dikunjungi banyak pedagang dari Arab, Persia, Gujarat, dan lain-lain.
Oleh sebab itu banyak sejarawan yang berspekulasi bahwa pada masa-masa awal, golongan yang menyebarkan Islam adalah para pedagang. Saluran Islamisasi melalui perdagangan sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan niaga.
- Perkawinan
Secara ekonomi, para pegadang memiliki status sosial yang lebih baik daripada pribumi kebanyakan. Tidak heran jika para penduduk berminat untuk menjadi isteri para saudagar.
Mengutip dari jurnal Kajian Proses Islamisasi di Indonesia karya Latifa Dalimunthe, perkawinan yang terjadi antara seorang Muslim dengan wanita pribumi melahirkan komunitas Islam.
Apalagi jika perkawinan terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau Raja. Setelah mereka memiliki keturunan, komunitas Muslim semakin luas. Akhirnya timbul daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Islam.
- Saluran Pendidikan
Islamisasi melalui pendidikan tidak lepas dari peran para pengembara sufi dan tokoh agama. Penyebaran Islam melalui pendidikan awalnya terjadi secara informal di lingkungan keluarga, kemudian berkembang di surau, masjid, pesantren, dan akhirnya masuk di rumah para bangsawan.
Dakwah Islam melalui pendidikan di Jawa dilakukan oleh Wali Songo. Mereka mendirikan pesantren untuk mendidik santri tentang agama Islam. Setelah lulus, para santri diharap pulang ke kampung halaman masing-masing untuk menyebarkan Islam.
- Islamisasi Melalui Tasawuf
Menurut Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara (2019), penyebaran Islam banyak mengandalkan peran imam-imam Sufi yang cakap dalam hal kebatinan. Mereka bersedia menggunakan unsur-unsur kebudayaan pra Islam dan mengisinya kembali dengan ajaran yang lebih Islami
Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan ke penduduk pribumi mempunyai kesamaan dengan kepercayaan mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu. Dengan demikian ajaran Islam mudah dimengerti dan diterima.
- Islamisasi Melalui Kesenian
Para pendakwah memanfaatkan kebudayaan yang telah ada sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam. Dengan cara ini, masyarakat bisa lebih tertarik dan mudah memahami ajaran yang kala itu masih relatif asing.
Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai media dakwah. Beliau juga menyisipkan ajaran Islam dalam kisah Mahabharata.
Sementara itu Sunan Bonang menciptakan tembang "Tombo Ati”. Lagu tersebut berisi petunjuk bagaimana cara seorang Muslim mendapatkan kedamaian dan ketenangan spiritual.
Sekian ulasan lengkap sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan perkembangannya yang perlu diketahui oleh umat Muslim di Indonesia. Semoga bermanfaat!
0 Komentar